KEBUDAYAAN PROVINSI BALI
Bali adalah nama salah satu provinsi di
Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari
provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga
terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaituPulau Nusa
Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa
Ceningan dan Pulau
Serangan.
Bali terletak
di antara Pulau Jawa dan
Pulau Lombok.
Ibukota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini.
Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan
keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang danAustralia.
Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau
Seribu Pura.
MUSIK TRADISIONAL BALI
Musik
tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah
lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun
demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya
dalam bentukkecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon
menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki
keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan gong gede, gamelan
gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan. Ada pula
musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan dimainkan
dalam berbagai upacara lainnya.
Terdapat bentuk
modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang
merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta Joged Bumbungyang mulai populer di Bali
sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai
alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan
perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial,
politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali
memberikan pengaruh atau saling memengaruhi daerah budaya di sekitarnya,
misalnya pada musik tradisional masyarakat
Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.
§ Gamelan
§ Jegog
§ Genggong
§ Silat
Bali
alat musik tradisional Bali
TARIAN TRADISIONAL BALI
Seni tari Bali
pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok, yaitu wali atau
seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari
pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung dan balih-balihan atau
seni tari untuk hiburan pengunjung.
Pakar seni tari
Bali I Made Bandem, pada awal
tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang
tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris
Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan dan Wayang
Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged serta
berbagai koreografi tari modern lainnya.
Salah satu
tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak dan Tari Pendet.
Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbakbekerja sama
dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan
tradisi Sang Hyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan
tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Tarian wali
§ Sang Hyang Dedari
§ Sang Hyang Jaran
§ Tari Rejang
§ Tari Baris
Tarian bebali
§ Tari Topeng
§ Gambuh
Tarian balih-balihan
§ Tari Legong
§ Arja
§ Joged Bumbung
§ Drama Gong
§ Barong
§ Tari Pendet
§ Tari Kecak
§ Calon Arang
§ Tari Janger
tari pendet
PAKAIAN TRADISIONAL BALI
Pakaian
daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas
kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik
dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya.
Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana
dan ornamen perhiasan yang dipakainya.
PRIA
Busana
tradisional pria umumnya terdiri dari:
§ Udeng (ikat kepala)
§ Kain kampuh
§ Umpal (selendang pengikat)
§ Kain wastra (kemben)
§ Sabuk
§ Keris
§ Beragam ornamen perhiasan
Sering
pula dikenakan baju kemeja, jas dan alas kaki sebagai pelengkap.
WANITA
Busana
tradisional wanita umumnya terdiri dari:
§ Gelung (sanggul)
§ Sesenteng (kemben songket)
§ Kain wastra
§ Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
§ Selendang songket bahu ke bawah
§ Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
§ Beragam ornamen perhiasan
Sering
pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.
MAKANAN TRADISIONAL BALI
Babi
Guling merupakan
makanan khas Bali yang paling populer.
Babi
guling merupakan sejenis lauk pauk yang dibuat dari anak babi betina atau
jantan secara utuh kecuali isi perutnya dikeluarkan dan dibersihkan dengan air
hangat, seluruhnya diganti dengan bumbu dan sayuran seperti daun ketela pohon,
dipanggang diatas bara api sambil diputar-putar ( diguling-gulingkan) sampai
matang yang ditandai dengan warna kulitnya menjadi kecoklatan dan renyah. Bumbu
Bali juga mempengaruhi rasa kelezatan kulit babi guling, bumbu tradisional Bali
“Base Genep,” serta dicampur dengan sayur daun singkong. Ketika daging babi
matang, bumbu dan sayur itulah yang nantinya mendampingi kulit babi maupun
daging babi ketika di makan.
Untuk
menghindari terbakarnya kulit babi, tempat pemanggangan api juga mesti
diperhatikan, sehingga kematangan kulit dan daging babi pas buat rasa lidah.
Jarak api dengan babi saat memanggang juga menjadi penentu kulit itu enak atau
tidak, salah sedikit mengatur jarak kulit babi akan hangus. Tidak mudah membuat
kulit babi guling terasa renyah dan enak, perlu konsentrasi tinggi saat
memanggang dengan cara memutar daging babi yang telah ditusuk dengan bambu
(guling) babi, jika tidak kulit babi itu akan terbakar, kalau terbakar rasa
akan berubah menjadi pahit.
Babi
guling pada mulanya digunakan untuk sajian pada upacara baik upacara adat
maupun upacara keagamaan, saat ini telah dijual sebagai hidangan
baik di warung-warung, rumah makan bahkan hotel-hotel berbintang di Bali. Babi
guling yang paling terkenal biasanya berasal dari kabupaten Gianyar.
Makanan
khas lainnya adalah Lawar
Lawar adalah makanan tradisional Bali
yang sudah sangat terkenal di daerah Bali, karena disamping digunakan sebagai
sajian dan hidangan juga telah dijual secara luas di rumah-rumah makan dengan
merek lawar Bali. Lawar adalah salah satu jenis lauk pauk yang dibuat dari
daging (babi, bebek/kuwir ataupun ayam) yang dicincang, nangka muda,
sejumlah bumbu-bumbu (baca : basa genep), kelapa, kadang-kadang juga
ditambahkan pepaya muda yang diparut dan di beberapa jenis lawar diberikan
unsur yang dapat menambah rasa dari lawar itu ialah darah dari daging itu
sendiri, darah tersebut dicampurkan dengan bumbu-bumbu tertentu sehingga
menambah lezat lawar tersebut. Lawar sendiri tidak dapat bertahan lama makanan
ini jika didiamkan di udara terbuka hanya bertahan setengah hari.
Penamaannya
bervariasi, biasanya berdasarkan jenis daging yang digunakan atau jenis
sayurannya. Bila yang digunakan daging babi maka lawar yang dihasilkan
disebut lawar babi, demikian juga
bila yang digunakan sayur nangka,
maka lawarnya diberi nama lawar nangka. Ada juga
pemberian namanya berdasarkan warna lawarnya yaitu lawar
merah bila warna
lawarnya merah, lawar putih bila warna lawarnya putih dan ada
lawar yang bernama lawar padamare, yaitu
sejenis lawar yang dibuat dari campuran beberapa jenis lawar. Lawar disajikan
sebagai teman nasi bersama jenis lauk-pauk lainnya.
Sama
halnya dengan babi guling, lawar pada mulanya digunakan untuk sajian pada
upacara baik upacara adat maupun upacara keagamaan, saat ini telah
dijual sebagai hidangan baik di warung-warung, rumah makan bahkan hotel-hotel
berbintang di Bali.
RUMAH TRADISIONAL BALI
RUMAH BALI harus
sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali ajaran terdapat pada kitab suci Weda
yang mengatur soal tata letak sebuah bangunan, hampir mirip seperti ilmu Feng
Shui dalam ajaran Budaya China.
Rumah Bali merupakan penerapan dari pada filosofi yang
ada pada masyarakat Bali itu sendiri. Ada tiga aspek yang harus di terapkan di
dalamnya, aspek pawongan (manusia / penghuni rumah), pelemahan ( lokasi
/lingkungan) dan yang terahir parahyangan. Kedinamisan dalam hidup akan
tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara ke 3 aspek tadi.
Untuk itu pembangunan sebuah rumah Bali harus meliputi aspek-aspek tersebut
atau yang biasa disebut Tri Hita Karana.
Pada
umumnya bangunan atau arsitektur tradisional Bali selalu dipenuhi pernik yang
berfungsi untuk hiasan, seperti ukiran dengan warna-warna yang kontras tai
alami. Selain sebagai hiasan mereka juga mengan arti dan makna tertentu sebagai
ungkapan terimakasih kepada sang pencipta, serta simbol-simbol ritual seperti
patung.
Bali
memiliki ciri khas arsitektur yang timbul dari suatu tradisi, kepercayaan dan
aktifitas spiritual masyarakat Bali itu sendiri yang diwujudkan dalam berbagai
bentuk fisik bangunan yang ada. Seperti rumah, pura (tempat suci umat Hindu), Banjar
(balai pertemuan) dan lain-lain.
Umumnya
Bangunan Rumah Adat Bali terpisah-pisah manjadi banyak bangunan-bangunan
kecil-kecil dalam satu area yang disatukan oleh pagar yang mengelilinginya.
Seiring perkembangan jaman mulai ada perubahan bangunan tidak lagi
terpisah-pisah.
ADAT ISTIADAT BALI
NGABEN
Ngaben adalah upacara penyucian atma
(roh) fase pertama sbg kewajiban suci umat Hindu Bali terhadap leluhurnya
dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah. Seperti yg tulis di artikel ttg
pitra yadnya, badan manusia terdiri dari badan kasar, badan halus dan karma.
Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yg disebut Panca Maha Bhuta yaitu
pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (zat panas) bayu (angin) dan akasa
(ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakan
oleh atma (roh). Ketika manusia meninggal yg mati adalah badan kasar saja,
atma-nya tidak. Nah ngaben adalah proses penyucian atma/roh saat meninggalkan
badan kasar.
Ada
beberapa pendapat ttg asal kata ngaben. Ada yg mengatakan ngaben dari kata beya
yg artinya bekal, ada juga yg mengatakan dari kata ngabu (menjadi abu), dll.
Dalam
Hindu diyakini bahwa Dewa Brahma disamping sbg dewa pencipta juga adalah dewa
api. Jadi ngaben adalah proses penyucian roh dgn menggunakan sarana api
sehingga bisa kembali ke sang pencipta yaitu Brahma. Api yg digunakan adalah
api konkrit untuk membakar jenazah, dan api abstrak berupa mantra pendeta utk
mem-pralina yaitu membakar kekotoran yg melekat pada atma/roh.
Upacara Ngaben atau sering pula
disebut upacara Pelebon kepada orang yang meninggal dunia, dianggap sangat
penting, ramai dan semarak, karena dengan pengabenan itu keluarga dapat
membebaskan arwah orang yang meninggal dari ikatan-ikatan duniawinya menuju sorga,
atau menjelma kembali ke dunia melalui rienkarnasi. Karena upacara ini
memerlukan tenaga, biaya dan waktu yang panjang dan besar, hal ini sering
dilakukan begitu lama setelah kematian.
Untuk
menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini masyarakat sering
melakukan pengabenan secara massal / bersama. Jasad orang yang meninggal sering
dikebumikan terlebih dahulu sebelum biaya mencukupi, namun bagi beberapa
keluarga yang mampu upacara ngaben dapat dilakukan secepatnya dengan menyimpan
jasad orang yang telah meninggal di rumah, sambil menunggu waktu yang baik.
Selama masa penyimpanan di rumah itu, roh orang yang meninggal menjadi tidak
tenang dan selalu ingin kebebasan.
Hari
baik biasanya diberikan oleh para pendeta setelah melalui konsultasi dan kalender
yang ada. Persiapan biasanya diambil jauh-jauh sebelum hari baik ditetapkan.
Pada saat inilah keluarga mempersiapkan “bade dan lembu” terbuat dari bambu,
kayu, kertas yang beraneka warna-warni sesuai dengan golongan atau
kedudukan sosial ekonomi keluarga bersangkutan.
Prosesi
ngaben dilakukan dgn berbagai proses upacara dan sarana upakara berupa sajen
dan kelengkapannya sbg simbol-simbol seperti halnya ritual lain yg sering
dilakukan umat Hindu Bali. Ngaben dilakukan untuk manusia yg meninggal dan
masih ada jenazahnya, juga manusia meninggal yg tidak ada jenazahnya spt orang
tewas terseret arus laut dan jenazah tdk diketemukan, kecelakaan pesawat yg
jenazahnya sudah hangus terbakar, atau spt saat kasus bom Bali 1 dimana
beberapa jenazah tidak bisa dikenali karena sudah terpotong-potong atau jadi
abu akibat ledakan.
Untuk
prosesi ngaben yg jenazahnya tidak ada dilakukan dengan membuat simbol dan
mengambil sekepal tanah dilokasi meninggalnya kemudian dibakar. Banyak tahap yg
dilakukan dalam ngaben. Dimulai dari memandikan jenazah, ngajum, pembakaran dan
nyekah. Setiap tahap ini memakai sarana banten (sesajen) yg berbeda-beda.
Ketika ada yg meninggal, keluarganya akan menghadap ke pendeta utk menanyakan
kapan ada hari baik utk melaksanakan ngaben. Biasanya akan diberikan waktu yg
tidak lebih dari 7 hari sejak hari meninggalnya.
Setelah
didapat hari H (pembakaran jenazah), maka pihak keluarga akan menyiapkan ritual
pertama yaitu nyiramin layon(memandikan jenazah). Jenazah akan dimandikan oleh
kalangan brahmana sbg kelompok yg karena status sosialnya mempunyai kewajiban
untuk itu. Selesai memandikan, jenazah akan dikenakan pakaian adat Bali
lengkap. Selanjutnya adalah prosesi ngajum, yaitu prosesi melepaskan roh dengan
membuat simbol2 menggunakan kain bergambar unsur2 penyucian roh.
Pada
hari H-nya, dilakukan prosesi ngaben di kuburan desa setempat. Jenazah akan
dibawa menggunakan wadah, yaitu tempat jenazah yg akan diusung ke kuburan.
Wadah biasanya berbentuk padma sbg simbol rumah Tuhan. Sampai dikuburan, jenazah
dipindahkan dari wadah tadi ke pemalungan, yaitu tempat membakar jenazah yg
terbuat dari batang pohon pisang ditumpuk berbentuk lembu.
Disini
kembali dilakukan upacara penyucian roh berupa pralina oleh pendeta atau orang
yg dianggap mampu untuk itu (biasanya dari clan brahmana). Pralinaadalah
pembakaran dgn api abstrak berupa mantra peleburan kekotoran atma yg melekat
ditubuh. Kemudian baru dilakukan pembakaran dgn menggunakan api kongkrit.
Umumnya proses pembakaran dari jenazah
yg utuh menjadi abu memerlukan waktu 1 jam. Abu ini kemudian dikumpulkan dalam
buah kelapa gading untuk dirangkai menjadi sekah. Sekah ini yg dilarung ke
laut, karena laut adalah simbol dari alam semesta dan sekaligus pintu menuju ke
rumah Tuhan. Demikian secara singkat rangkaian prosesi ngaben di Bali. Ada
catatan lain yaitu utk bayi yg berumur dibawah 42 hari dan atau belum tanggal
gigi, jenazahnya harus dikubur. Ngabennya dilakukan mengikuti ngaben yg akan
ada jika ada keluarganya meninggal.
Status
kelahiran kembali roh orang yang meninggal dunia berhubungan erat dengan karma
dan perbuatan serta tingkah laku selama hidup sebelumnya. Secara umum,
orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam
lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati bagi
orang Bali adalah karena hubungannya dengan leluhurnya.
Setiap
orang tahu bahwa di satu saat nanti dia akan menjadi leluhur juga, yang di
dalam perjalannya di dunia lain harus dipercepat dan mendapatkan perhatian
cukup bila sewaktu-waktu nanti kembali menjelma ke Pulau yang dicintainya,
Pulau Bali.
gambar ngaben
Komentar
Posting Komentar